Persepsi masyarakat terhadap dunia tato kini mengalami pergeseran.
Dahulu, sekitar tahun 1970-1980-an, masyarakat menilai tato adalah
sebuah kriminal, karena di masa tersebut biasanya mereka yang membuat
tato ketika berada dalam penjara. Namun, setelah era tahun 1990-an, tato
mulai dipandang sebagai sebuah bentuk kesenian.
"Saat ini tato
bahkan menjadi aksesori untuk beberapa penggemarnya, tidak hanya pada
kalangan pria, kini kita tidak aneh lagi apabila melihat seorang wanita
mempunyai tato," pencetus ide pendirian Federation of Indonesian Tattoo
(FIT), Cheppy T Wartono, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu
(6/6/2012).
Sosok pria yang juga aktif di dunia politik ini
mencoba membuat standardisasi terhadap dunia tato mentakan. "Selama ini
belum ada peraturan yang jelas tentang tato, terutama dari segi medis.
Komunitas kami ini berusaha untuk melakukan standardisasi terhadap
kegiatan tersebut," kata Cheppy.
Cheppy juga berharap nantinya di
Indonesia para pembuat tato mempunyai lisensi, sama seperti seorang
dokter yang membuka praktik. Selama ini FIT sudah melakukan upaya ini
dengan melakukan pertemuan dengan beberapa instansi pemerintah yang
berkompeten.
"Nantinya para pembuat tato itu harus teregistrasi,
jadi terhadap mereka yang tidak mempunyai lisensi akan tersingkir dengan
sendirinya," ujarnya.
Sementara itu, Alex, lelaki asal Maluku
ini, sudah berprofesi sebagai tato artis sejak 17 tahun yang lalu, tidak
pernah terpikir untuk menjadi tukang tato artis. Bahkan, dia pernah
dipercaya untuk menato artis Adjie Pangestu.
"Awalnya saya memang
hobi melukis, suatu hari ada teman yang meminta untuk dibuatkan tato,
karena dipaksa akhirnya saya coba saja untuk memberanikan diri," ujar
Alex.
Hal yang sama juga dikatakan Ryan, tato artis yang terkenal
di wilayah Bogor, profesi ini cukup menjanjikan dari segi pengahasilan.
"Untuk tato full body back, tarifnya berkisar Rp 80 juta-Rp 150 juta, tergantung tingkat kesulitannya," kata Ryan.
Dari
segi medis, Dr Ratih Ardiansyah, salah satu dokter yang juga mempunyai
tato, mengatakan harus ada standar baku layaknya sebuah rumah sakit atau
klinik.
"Kegiatan ini jangan dianggap main-main, kami berurusan
dengan cairan tubuh manusia, karena pada saat pembuatan tato itu kan
terjadi proses perlukaan, jadi memungkinkan terjadi infeksi atau bahkan
yang terberat seperti virus HIV," katanya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment